Seorang guru meminta orang tua David Villa agar melarang anaknya bermain sepakbola.
Oleh Aditya Ramadhan
9 Jul 2010 10:10:00
Striker David Villa nyaris kehilangan kaki kanan saat kecil, akibat bermain sepakbola. Kini, Villa berpotensi mengantar Spanyol ke podium juara Piala Dunia kali pertama.
Pemain berusia 28 tahun itu telah mengemas lima gol, dan berpeluang mengakhiri Piala Dunia 2010 sebagai pencetak gol terbanyak. Pesaing seriusnya adalah Wesley Sneijder, pemain Belanda yang akan dihadapinya di final Piala Dunia 2010 Afrika Selatan.
Hampir seperempat abad lalu, Villa mengalami patah tulang paha sangat serius. Dokter khawatir Villa harus menjalani amputasi.
Cedera diperoleh karena kesukaan Villa pada sepakbola. Ia bermain hampir setiap hari, dan pada satu kesempatan seorang rekannya terjatuh dan tubunya menimpa kaki Villa.
Ajaib, Villa -- yang saat itu berusia empat tahun -- lolos dari kemungkinan terburuk akibat cedera. Namun ia harus menjalani hidup enam bulan dengan kaki dibebat.
Ironisnya, selama enam bulan itulah ia mengembangkan kemampuan menembak dengan kaki kiri. Itu menjadi titik awal pembangunan diri menjadi bintang.
Jose Manuel Villa, ayahnya yang pekerja tambang, setiap hari melatihnya menendang dengan kaki kiri.
"Setiap hari saya melatih Villa selama dua jam. Fokusnya adalah menendang keras dengan kaki kiri," kenang Jose Manuel.
"Semua itu saya lakukan sepulang dari pertambangan. Tidak ada hari tanpa latihan seperti itu," lanjutnya.
Menurut Jose Manuel, dirinya akan memberi umpan dan Villa menyambut dengan tembakan kaki kiri. Ia yakin itulah yang membuat Villa memiliki kemampuan menembak dengan kaki kiri dan kanan sama baiknya.
Villa sangat menghormati ayahnya, yang selalu meyakinkannya akan bisa menjadi pemain hebat. Ia juga tidak akan lupa bagaimana ayahnya melatih kaki kirinya, saat kaki kanannya masih dibebat.
"Saya tidak pernah sendiri di lapangan sepakbola. Selalu ada ayah, dan ayah kerap melempar bola kepada saya untuk saya tembak," kenang Villa.
Villa juga masih belum lupa bagaimana dirinya setiap hari melihat ayahnya pulang kepayahan dari tambang. Semua itu membentuk tekadnya untuk tidak mengikuti jejak sang ayah sebagai penambang.
"Setiap kali saya mendenga kecelakaan di pertambangan, saya takut kehilangan ayah," kata villa.
"Ketika kecelakaan menimpa ayah, ibu menghabiskan sekian jam setiap hari di rumah sakit untuk menunggu ayah. Saya bertekad tidak akan menjadi penambang," lanjutnya.
Villa tak pernah menonjol di sekolah, tapi selalu menyita perhatian publik setiap kali bermain sepakbola.
"Suatu kali gurunya datang kepada saya, meminta saya untuk menghukum Villa agar tidak bermain sepakbola," cerita Jose Manuel.
"Saya katakan, saya bisa saja melarangnya naik sepeda, bermain video game, atau apa saja, tapi tidak bermain sepakbola," lanjutnya.
Meski dikenal berbakat, dan piawai memainkan bola, perjalanan Villa bukan tanpa kisah sedih. Ia sempat ditolak Oviedo, klub lokal, karena tubuhnya terlalu kecil jika dibanding anak-anak seusianya.
Alasan lainnya, Oviedo kerepotan menjemputnya dari kota pertambangan setiap kali harus berlatih.
Sekali lagi Jose Manuel, sang ayah, membesarkan hatinya. Villa dibawa ke Langreo. Dari sini, Sporting Gijon -- rival lokal Oviedo -- mengambilnya.
Gijon menjualnya ke Zaragoza, dan sejak saat itu publik Spanyol mengenal namanya.
Dari Zaragoza, Villa pindah ke Valencia dan membentuk dirinya menjadi pemain besar. Musim depan, Villa akan mengenakan kostum Barcelona -- klub impiannya sepanjang hidup.
Villa kin mengisi mimpi-mimpinya. Ia tak berubah, tetap rendah hati, dan menyambangi kota masa kecilnya. Yang juga tak berubah adalah sang ayah selalu ada di stadion saat dia berlaga.
Begitu pula ketika Villa berlaga di final Piala Dunia 2010.
sumber : http://www.goal.com/id-ID/news/1369/piala-dunia/2010/07/09/2016878/david-villa-nyaris-diamputasi